Kisah pemancungan tenaga kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi, Ruyati binti Satubi, menjadi isu nasional. Lalu siapa petugas pemancung Ruyati? Misterius. Yang jelas, algojo berpedang tajam itu harus tega, tak boleh iba.
Bicara soal algojo, tak banyak yang melakoni profesi algojo pemancung di Saudi. Jumlahnya hanya sekitar 6 orang yang ditunjuk langsung pemerintah untuk menerapkan hukuman berdasarkan syariat Islam. Salah satunya adalah Abdallah Al Bishi.
Pada sekitar 2007, salah satu TV Lebanon, LBO TV, mewawancara algojo yang disebut "paling termasyhur" ini, mengenai serba-serbi algojo pemancung.
Al Bishi mengungkapkan dirinya mewarisi profesi pemancung dari ayahnya Sa'id Al Bishi. Dia ingat saat dia kecil menemani ayahnya memancung orang di Makkah. Pemandangan itu menjadi titik balik bagi hidupnya.
"Saya saat itu sedang sekolah dan serangkaian eksekusi yang ditangani ayah sedang disiapkan. Tepatnya di depan gerbang King Abdul Aziz. Kami lantas datang," tutur Al Bishi yang diwawancara ditemani 3 anaknya yang masih kecil-kecil.
Hal pertama yang ada di pikirannya saat orang-orang berbicara tentang pemancungan adalah, organ sistem pencernaan. Saat itu, imbuhnya, dirinya yang duduk di bangku sekolah sedang mempelajari mengenai sistem pencernaan.
"Jadi saya datang menemani ayah mengeksekusi orang. Jadi saya ingin melihat (organ) sistem pencernaannya. Namun yang saya lihat adalah kepala manusia yang melayang dan lehernya, kemudian ada pancaran seperti sumur. Dan kemudian jatuh. Cukup, dan saya tak tahan lagi," jelasnya.
Malamnya, Al Bishi mengalami mimpi buruk. "Saya memiliki mimpi buruk, hanya sekali. Lantas saya jadi terbiasa (melihat pemancungan-red). Segala puji bagi Allah," katanya.
Hingga suatu saat, 10 hari setelah ayahnya meninggal sekitar tahun 1991 atau 1992, dirinya didatangi seseorang yang berkata,"Saya memiliki misi". Dan Al Bishi pun diberi tahu bahwa misi itu adalah eksekusi hukuman mati.
"Saya mengatakan no problem. Saat itu saya berusia sekitar 32 atau 35 tahun," tuturnya.
Al Bishi mengatakan saat itu dia tidak memiliki pedang atau senjata apa pun. Jadi dia memakai pedang milik ayahnya. Misi pertamanya adalah memancung 3 orang.
Bagaimana perasaan Anda saat itu? "Setiap orang khawatir akan pekerjaan pertamanya. Dan kalau takut, dia mungkin gagal," jawabnya.
Dan sejak itu, pedang milik Al Bishi sudah memancung ratusan orang lebih. Dia pun lantas memamerkan pedang-pedangnya. Salah satunya yang dinamai 'The Sultan', pedang sepanjang 50 cm itu agak melengkung bilahnya, seprti bulan sabit tua. Al Bishi mengatakan semua pedang-pedang yang dimilikinya adalah pedang Jowhar (salah satu wilayah di Somalia).
Al Bishi mengatakan ada jenis-jenis pedang yang cocok untuk memancung dengan gerakan horisontal maupun vertikal. Untuk gerakan memancung horisontal, Al Bishi memeragakan menebas pedang ke arah depang-samping. Sedangkan vertikal adalah memancung dari atas ke bawah.
Ketika ditanya apa yang paling sulit saat dia menjadi algojo, atau pernahkah dia memancung orang-orang yang dikenalnya bahkan temannya sendiri, Al Bishi menjawab, "Ya, saya memancung orang dan beberapa di antaranya teman saya sendiri. Tapi siapa yang melakukan pelanggaran, akan kembali pada dirinya sendiri."
Ketika ditanya lagi, apakah sulit memancung orang berjenis laki-laki atau perempuan, dan apakah ada rasa iba jika memancung terpidana mati perempuan, Al Bishi lagi-lagi dengan tegas menjawab, "Yang paling sulit saat memancung orang adalah saat dia tidak bisa mengendalikan kegugupannya. Apakah duduk, atau berdiri tegak. Kalau saya iba saat saya memancung, dia akan menderita. Kalau hati iba, tangan ini bisa gagal."
Tak jarang dalam sehari, Al Bishi memancung lebih dari 3 orang. Sampai-sampai pegangan pedangnya patah.
Saat Anda memancung 3-4 kali dalam sehari, apakah butuh break sejenak? Apakah Anda memerlukan jeda untuk mengeksekusi?
"Tiga, empat, lima, enam orang, tidak ada itu (jeda). Eksekusi adalah eksekusi, sepanjang orang itu berdiri tegak, itu akan mempermudah kerja kita," jelasnya.
Selain memancung terpidana mati, Al Bishi juga melaksanakan hukuman potong tangan bagi pencuri dan bagian tubuh lainnya sesuai dengan ketentuan hukum syariat Islam. Al Bishi mengungkapkan hukuman potong bagian-bagian tubuh ini berbeda dengan hukuman mati.
"Hukuman itu dilakukan dengan pembiusan lokal," katanya, lain halnya dengan hukuman mati. "Tidak, seseorang itu tidak dibius (jika dipancung)," ujarnya.
Al Bishi menolak pekerjaannya disebut kejam. Berita-berita kekejaman yang berseliweran menurut dia berasal dari rumor. Al Bishi malah merasa terhormat dengan profesinya itu, dan menganggapnya sebagai pengabdian untuk Allah.
Bahkan, dia melatih anak pertamanya, Badr, untuk menggantikannya kelak, sebagaimana dia menggantikan ayahnya. "Segala puji bagi Allah, Badr ditunjuk untuk melakukannya di Riyadh," jelasnya.
sumber http://www.forumkami.net/cafe/167144-inilah-kisah-algojo-pemancung-kepala-arab-saudi.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar